Perubahan penting dalam penyelenggaraan ibadah haji dan umrah akan segera terjadi dengan beralihnya wewenang dari Kementerian Agama ke Badan Penyelenggara Haji. Ini adalah langkah strategis untuk meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat yang ingin menjalankan ibadah umrah, terutama di tengah maraknya praktik umrah backpacker dan travel ilegal.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh pengurus Kebersamaan Pengusaha Travel Haji Umrah saat bertemu dengan Wakil Kepala Badan Penyelenggara Haji. Dalam pertemuan tersebut, banyak harapan disampaikan untuk perbaikan yang lebih baik di masa depan. Berbagai masalah yang muncul dari umrah backpacker, yang kian menarik perhatian, menjadi salah satu fokus utama.
Memahami Fenomena Umrah Backpacker
Umrah backpacker sering kali diiklankan sebagai alternatif murah bagi masyarakat yang ingin melakukan ibadah suci ini. Namun, tantangan yang muncul adalah kurangnya bimbingan selama pelaksanaan, menyebabkan banyak jamaah yang tidak mendapatkan pengalaman ibadah yang sesuai dengan syarat dan ketentuan. Berbagai media sosial menjadi sarana bagi promosi umrah ini, tetapi sering kali informasi yang disampaikan tidak lengkap.
Hal ini sangat disayangkan, mengingat umrah memiliki tata cara dan urutan ibadah yang harus diikuti dengan disiplin. Banyak umat Muslim yang tidak menyadari bahwa melakukan ibadah umrah dan haji tidak sama dengan berwisata biasa, sehingga menjalani umrah secara mandiri penuh risiko, terutama bagi mereka yang pertama kali.
Strategi Perbaikan dan Penataan Ulang
Ke depan, diharapkan adanya revisi terhadap beberapa regulasi yang akan memudahkan pengawasan oleh badan yang baru. Salah satu langkah penting yang diharapkan adalah pengetatan perizinan bagi penyelenggara perjalanan ibadah umrah. BPH diharapkan dapat melakukan pengawasan menyeluruh, termasuk terhadap travel yang tidak berizin.
Pemerintah dan pihak terkait juga diminta untuk mempertimbangkan kebutuhan jamaah, terutama dalam hal kuota dan sistem pendaftaran, agar berjalan lebih transparan dan efisien. Penataan juga harus mempertimbangkan pemenuhan kebutuhan dasar jamaah selama berangkat melaksanakan ibadah, mulai dari konsumsi hingga akomodasi.
Juga, sistem haji hybrid yang diusulkan bisa jadi solusi untuk mengurangi antrean yang sudah mengular. Hal ini memungkinkan jamaah haji reguler untuk beralih ke haji khusus jika ada ketentuan yang sesuai, tanpa meninggalkan kesempatan bagi mereka yang sudah menunggu. Falasi akan antrean panjang ini harus ditangani dengan serius agar semua calon jamaah mendapatkan peluang yang adil.
Dengan harapan baru ini, semua pihak diharapkan dapat bersinergi demi meningkatkan kualitas ibadah yang diperoleh umat Islam. Pengaturan yang lebih baik akan memastikan bahwa ibadah haji dan umrah tidak hanya menjadi ritus, tetapi juga menjadi pengalaman spiritual yang mendalam.