Dalam sebuah pertemuan yang menegangkan, Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyambut Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih. Acara yang berlangsung pada hari Senin (7/7) ini menjadi momen penting dalam usaha mengakhiri konflik yang telah berkepanjangan selama 22 bulan di Jalur Gaza.
Pertemuan ini bukan hanya sekedar formalitas, tetapi menandakan adanya harapan akan tercapainya gencatan senjata. “Saya rasa tidak ada hambatan. Semuanya berjalan dengan sangat baik,” ungkap Trump, menekankan keyakinan bahwa kelompok Hamas bersedia untuk menghentikan konflik tersebut.
Proses Negosiasi di Doha
Saat Israel dan Hamas terlibat dalam perundingan tidak langsung di Doha, Qatar, upaya diplomasi menjadi sorotan utama. Pertemuan ini berlangsung di tengah ketegangan yang tinggi, dengan utusan khusus Trump, Steve Witkoff, juga terlibat untuk mendorong tercapainya kesepakatan gencatan senjata.
Ada banyak hal yang dipertaruhkan dalam proses ini. Salah satu proposal yang muncul dari pihak Amerika Serikat adalah gencatan senjata selama 60 hari. Namun, tuntutan dari Hamas yang menginginkan jaminan bahwa Israel tidak akan melanjutkan serangannya, serta pembebasan sandera, menunjukkan kompleksitas situasi ini.
Setidaknya ada 10 sandera yang harus dibebaskan oleh Hamas sebagai imbalan untuk pembebasan tahanan Palestina oleh Israel. Selama masa negosiasi, Hamas juga meminta pengembalian sistem distribusi bantuan yang dipimpin PBB yang telah terputus akibat konflik.
Pendekatan yang Berbeda dari Israel
Menariknya, Netanyahu dalam pertemuan ini menegaskan penolakannya terhadap pembentukan negara Palestina. Ia berpendapat bahwa Israel harus tetap memegang kendali keamanan atas Jalur Gaza, sekalipun banyak yang menilai ini sebagai langkah mundur bagi perdamaian.
Di luar pertemuan resmi, terdapat demonstrasi yang mengekspresikan kemarahan terhadap kunjungan Netanyahu, dengan demonstran menuduhnya bertanggung jawab atas genosida di Gaza. Namun, Gedung Putih menegaskan bahwa prioritas Trump saat ini adalah menghentikan perang dan membebaskan sandera.
Hingga saat ini, situasi di lapangan masih sangat dinamis. Israel melanjutkan operasi militer dan melaporkan bahwa lima tentaranya tewas, sementara di sisi Gaza, korban sipil terus bertambah akibat serangan. Jumlah warga sipil yang tewas tidak dapat dipastikan, dan hal ini menambah ketegangan di kedua belah pihak.
Dalam konteks yang lebih luas, situasi ini menunjukkan tantangan besar dalam upaya mencapai perdamaian yang berkelanjutan di Timur Tengah. Nasib 49 sandera yang masih ditahan oleh Hamas menciptakan suatu bentuk tekanan yang kuat untuk mencapai solusi yang adil bagi semua pihak terlibat.