Kabar baik untuk WNI yang ingin menikah tanpa harus mengeluarkan biaya besar muncul dengan inisiatif terbaru. Kementerian Agama (Kemenag) berencana meluncurkan layanan pencatatan nikah di luar negeri, mirip dengan yang ada di Kantor Urusan Agama (KUA).
Inisiatif ini disampaikan oleh Menag Nasaruddin Umar saat acara Nikah Massal di Masjid Istiqlal. Dengan pembukaan layanan ini, diharapkan WNI di luar negeri bisa menikah secara resmi tanpa harus kembali ke tanah air. Ini menjadi langkah penting bagi mereka yang kesulitan menghadirkan wali dari kampung halaman.
Pencatatan Nikah di Kedutaan: Solusi Praktis dan Efektif
Rencana untuk membuka layanan pencatatan nikah di kedutaan-kedutaan Indonesia menjadi fokus utama. Negara-negara prioritas seperti Malaysia, Taiwan, Hongkong, dan Arab Saudi telah ditentukan. Ini menunjukkan perhatian pemerintah terhadap keberadaan WNI di luar negeri dan memudahkan mereka bernikah secara sah tanpa perlu mengeluarkan biaya perjalanan yang tinggi.
Menag Nasaruddin Umar menekankan pentingnya proses nikah sesuai dengan ketentuan agama dan negara. Salah satu tantangan yang sering dihadapi adalah keterbatasan wali nikah bagi pihak perempuan yang berdomisili di luar negeri. Solusinya adalah dengan memberikan opsi wali hakim, yang jika memenuhi syarat, dapat menggantikan wali nikah tradisional. Ini adalah langkah strategis untuk memberikan kemudahan, sekaligus menjaga integritas proses pernikahan sesuai dengan ajaran agama.
Membangun Kesadaran akan Pentingnya Pernikahan Resmi
Pemerintah juga berupaya menanggulangi nikah siri yang banyak terjadi di kalangan WNI di luar negeri. Nikah siri sering kali membawa konsekuensi negatif, terutama bagi anak-anak hasil pernikahan tersebut. Dengan menyediakan layanan ini, pemerintah berharap bisa mengurangi praktik nikah siri dan memberikan status yang sah bagi anak-anak tersebut, termasuk akta lahir yang penting untuk keperluan pendidikan dan administratif.
Nasaruddin Umar juga mencatat penurunan signifikan dalam angka pernikahan yang tercatat di KUA. Pada 2020, tercatat 2 juta pernikahan, sedangkan pada 2024 jumlah tersebut menyusut menjadi 1,47 juta. Ini sangat kontras dengan banyaknya masyarakat usia produktif di Indonesia. Ia mengingatkan generasi muda agar tidak terpengaruh budaya pacaran yang menjurus pada hubungan tanpa ikatan. Pesan ini menjadi pengingat untuk segera menikah bagi mereka yang sudah siap, dan melihat pernikahan sebagai bagian penting dari kehidupan beragama dan sosial.
Proses pernikahan seharusnya tidak dipandang sebagai beban biaya yang besar. Menurut Nasaruddin, biaya nikah yang tinggi biasanya terkait dengan acara dan pesta, bukan dengan proses pencatatan di KUA yang jauh lebih terjangkau. Ini menjadi dorongan bagi masyarakat untuk melaksanakan pernikahan secara resmi dan terdaftar agar terhindar dari stigma negatif, sekaligus membangun keluarga yang sah menurut hukum dan agama.
Penting untuk membangun kesadaran masyarakat bahwa pernikahan adalah langkah yang tidak hanya dibenarkan secara agama tetapi juga menjadi sunnatullah. Kehidupan berpasangan merupakan fitrah, dan segala hal di sekitar kita menunjukkan adanya saling keterikatan, termasuk dunia flora dan fauna yang menunjukkan pentingnya hubungan antar pasangan.
Dengan langkah-langkah ini, pemerintah berharap bisa mendorong generasi muda untuk berani mengambil langkah serius menuju pernikahan dan membangun keluarga. Ketersediaan layanan pencatatan nikah di kedutaan diharapkan dapat memberi solusi bagi mereka yang merasa terhambat oleh biaya dan jarak. Hal ini tentunya akan memberi dampak positif bagi jumlah pernikahan yang sah dan pada akhirnya berdampak pada kesejahteraan sosial.
Dengan begitu, mari kita sambut inisiatif dan kemudahan ini dengan baik, sehingga impian untuk menikah dengan cara yang sesuai dengan ajaran agama dan hukum bisa terwujud bagi semua WNI dimanapun mereka berada.