Belasan pasangan di bawah umur di Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepri, baru-baru ini mengajukan permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama. Kebanyakan dari mereka terpaksa mengambil langkah ini karena sudah hamil di luar pernikahan.
Menurut Humas Pengadilan Agama Tanjungpinang, dari Januari hingga Mei 2025, tercatat setidaknya 14 pasangan yang mengajukan dispensasi nikah. Sebagian besar permohonan diajukan atas permintaan orang tua mereka, yang merasa perlu cepat mengambil keputusan demi menghindari kemungkinan zina.
Kepentingan Dispensasi Nikah di Tanjungpinang
Pernikahan dini di Tanjungpinang memang menjadi isu yang semakin mengkhawatirkan. Banyak orang tua yang merasa perlu menikahkan anak mereka di usia muda karena berbagai alasan. Salah satu penyebab besarnya angka permohonan dispensasi adalah kecenderungan anak-anak di bawah umur tersebut terlibat dalam hubungan intim sebelum menikah. “Setengah dari 14 pasangan itu mengajukan dispensasi nikah karena sudah hamil,” ungkap Mukhsin, Humas PA Tanjungpinang.
Data menunjukkan bahwa usia rata-rata pemohon adalah antara 15 hingga 18 tahun—rentang usia yang dianggap belum matang untuk terjun ke dunia pernikahan. Hal ini menciptakan tantangan tersendiri, tidak hanya bagi pasangan yang menikah, tetapi juga bagi institusi yang mengawasi proses pernikahan tersebut agar berlangsung baik dan sesuai dengan hukum yang berlaku.
Implikasi Sosial dan Strategi Pencegahan
Melihat kondisi ini, penting bagi masyarakat dan pemerintah untuk bersama-sama mencari solusi. Berbagai upaya bisa dilakukan untuk mencegah pernikahan dini. Salah satunya melalui pendidikan. Dengan memberikan edukasi tentang kesehatan reproduksi dan konsekuensi dari hubungan intim, diharapkan anak-anak muda bisa lebih bijak dalam mengambil keputusan.
Di samping itu, orang tua juga perlu melakukan pendekatan yang lebih komunikatif terhadap anak-anaknya. Dengan memberikan pemahaman yang baik mengenai pernikahan dan tanggung jawab dalam berumah tangga, diharapkan angka pernikahan dini bisa ditekan.
Kesadaran akan risiko yang dapat ditimbulkan dari pernikahan di usia muda juga harus diperkuat. Dalam beberapa kasus, anak yang melakukan permohonan dispensasi diakibatkan oleh tekanan dari lingkungan maupun harapan keluarga. Oleh karena itu, penting kiranya untuk mendukung anak dengan pendekatan yang lebih empatik dan pengertian di dalam masalah ini.
Dengan upaya bersama antara pemerintah, masyarakat, dan institusi pendidikan, kita dapat mengurangi angka pernikahan dini dan memberikan jalan bagi anak-anak muda untuk tumbuh dan berkembang dengan baik tanpa tekanan untuk menikah di usia yang belum saatnya.